Selasa, 29 Maret 2011

Ibnu Thufail (Filsafat)

B arang siapa menanti fajar dengan kesabaran
akan menemukan fajar dengan kekuatan
barang siapa mencintai cahaya akan di cintai cahaya ( kahlil gibran)
kalangan muslim spanyol telah menorehkan catatan paling mengagumkan dalam sejarah intelektual pada abad pertengahan (mediavelis) di eropa.Antara pertengahan abad ke-8 dan ke-13. Orang orang yang berbicara dengan bahasa Arab adalah para pembawa obor kebudayaan dan peradaban penting yang menyeruak menembus seluruh pelosok dunia. Selain itu mereka juga merupakan wasilah perantaraan yang menghubungkan ilmu dan filsafat yunani klasik sehingga khazanah kuno itu di temukan kembali. Tak hanya menjadi mediator mereka juga memberikan beberapa penambahan dan proses transmisi sedemikian rupa sehingga memungkinkan lahirnya pencerahan di Eropa Barat. Dalam semua proses tersebut bangsa arab-spanyol mempunyai andil yang sangat besar.
Di antara pencapaian yang telah mereka peroleh adalah dalam ranah pemikiran filsafat dan tasawwuf yang merupakan rantai yang paling kuat dalam mata rantai yang menghubungkan antara filsafat yunani ,timur dan latin barat, pencapaian mereka semakin kokoh dan di akui terutama dalam kontribusi mereka yang telah berhasil melakukan upaya mengkompromikan antara wahyu, akal dan intuisi serta agama dan ilmu pengetahuan. Untuk menunjukkan sisi dari kontribusi muslim spanyol abad pertengahan dalam ranah fisafat akan penulis ketengahkan nama Ibnu thufail yang merupakan tokoh filosuf muslim neo-platonis spanyol yang telah mencapai orisinalitas karya yang sedemikian rupa yang hidup pada masa pemerintahan dinasti muwahhidun.
Namanya adalah Abu bakr Muhammad bin Abd al malik ibn Muhammad ibn Thufail al Qaisi di nisbahkan kepada qobilah Qais yang yang merupakan qobilah termasyhur pada saat itu Beliau di lahirkan pada abad 12 di lembah khushoib yang jauhnya sekitar 60 km dari Granada sebagaimana kalangan islam pada masa itu dia belajar lebih dari satu bidang keilmuan meliputi filsafat, kedokteran, matematika, kosmologi ,sastra dan sufisme dari beberapa ulama islam pada masanya hingga akhirnya berhasil mencapai keahlian dalam bidang kedokteran sehingga di percaya sebagai dokter pribadi oleh abu ya’qub yusuf al manshur (1163-1184) yang merupakan khalifah dinasti Muwahhidun saat itu, dan beliau wafat pada tahun 1185 di ibukota muwahhidun, Maroko.
Sebagaimana umumnya para filosuf yang tenggelam dalam kerja kontemplatif ibnu thufail juga berfikir tentang alam dan bagaimana proses-prosesnya serta agama dan bagaimana kemunculannya kemudian beliau merangku
m hasil-hasil pencerahannya dalam karyanya yang terkenal yang di beri nama hay bin yaqdhan (hidup anak kesadaran, yang bermaksud bahwa intelek manusia berasal dari intelek Tuhan ) atau di kenal juga sebagai asraar al falsafah al isyraqiyah (rahasia-rahasia filsafat eluminasi) dan hasil karyanya ini telah di terjemahkan ke dalam bahasa latin pada masa di mana bahasa tersebut hanya di gunakan sebagai penterjemah karya-karya besar ilmiyah (magnum opus) yang menjadi referensi utama, termasuk yang telah menterjemahkannya ke dalam bahasa latin adalah Giovanni vico dolla Mirandolla (Abad 15) kemudian yang paling terkenal adalah Edward pockoke yang memberi tajuk pada karya tersebut Philosophus Autodidaktus (al filosuf al mu’allim nafsaha/Sang filosuf Autodidak) di mana nama tersebut di tujukan sebagai apresiasinya terhadap ibnu thufail, pada masa selanjutnya karya ini juga telah di terjemahkan ke dalam berbagai bahasa dunia. yang di dasarkan pada edisi bahasa latin diantararanya adalah simon ockley yang menerjemahkanya dalam bahasa inggris : The improvement of human reason (1708) kemudian di susul oleh edisi barunya dengan judul The History of Hayy ibn Yaqzhan (1926) dan di terjemahkan pula oleh Leon Gauthier ke dalam bahasa prancis di sertai dengan teks arabnya Hayy Ben Yaqdhan Roman Philosophique d’ibn Thofail di samping kemudian telah di terjemahkan ke dalam bahasa Spanyol.Jerman.Rusia, Belanda dan lain lain
Secara ringkas karya ini berkisah tentang seorang anak yang tumbuh tanpa ayah dan ibu di sebuah pulau tak berpenghuni, anak tersebut di sebut oleh ibnu thufail sebagai hay bin yaqdhan (hidup anak kesadaran) yang kemudian hari di ambil anak oleh seekor kijang dan di besarkan dengan air susunya hingga akhirnya menjadi dewasa dan mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan dirinya sendiri, ketika umurnya telah mencapai usia tujuh tahun hay bin yaqdhan menemukan bahwa dirinya ternyata berbeda dengan hewan-hewan lain yang berada di pulau tersebut karena berbeda dengan dirinya hewan-hewan tersebut ternyata memiliki ekor,pantat dan bulu-bulu di bagian-bagian tubuhnya hal tersebut membuat hay bin yaqdhan mulai berfikir dan menggunakan potensi akalnya yang kemudian ia menjadikan daun-daunan untuk menutupi badannya untuk beberapa saat sampai akhirnya menggantinya dengan kulit binatang yang telah mati, sampai pada suatu saat matilah kijang yang mengasuhnya yang mendorongnya untuk memeriksa tubuh dari kijang tersebut tetapi secara kasat mata dia tak menemukan sesuatu yang berbeda dari ketika kijang itu masih hidup. Kemudian ia mulai membedahnya hingga menemukan pada rongga tubuh kijang tersebut gumpalan yang di seliputi oleh perkakas tubuh yang mana darah di dalamnya menjadi beku maka hay bin yaqdhan mulai tahu bahwa jantung jika berhenti maka bersamaan itu pula kehidupan suatu makhluk hidup akan berakhir…selain dari pada itu pada suatu hari hay bin yaqdhan menyalakan api di pulau tersebut maka ia mulai merasakan bahwa api ternyata dapat memberikan penerangan dan membangkitkan panas tidak cukup dengan itu ia juga menemukan bahwa daging burung dan ikan yang di bakar api terasa lebih enak dan sedap maka mulailah ia selalu menggunakan api untuk memasak makanan dan seterusnya mulailah ia memperkuat penggunaan indranya dan menggunakan apa yang ada di sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Dan hay bin yaqdhan juga menyaksikan bahwa alam ini tunduk dalam suatu aturan kosmos dan akan berakhir pada titik ketiadaan….dan yang di maksud dengan alam adalah segala eksistensi yang immanent dan bisa kita rasakan dan semuanya itu mempunyai karakter “Baru” ( haadist) yang berarti di dahului oleh ketiadaan (yang dalam teori penciptaan di sebut sebagai creatio ex nihilo), dan setiap yang baru mengharuskan adanya yang mengadakan dan hipotesa ini akhirnya membawa hay bin yaqdhan pada suatu kesimpulan tentang “Sang Pencipta (The creator) dan ia juga menyaksikan bahwa segala eksistensi di alam ini bagaimanapun berbedanya ternyata mempunyai titik-titik kesamaan baik dari segi asal maupun pembentukan maka ini mengarahkannya pada pemikiran bahwa segala yang ada ini bersumber dari subyek yang satu (causa prima) maka iapun mengimani Tuhan yang satu.
Kemudian hayy bin yaqdhan mulai mengarahkan pandangannya ke langit dan melihat matahari yang terbit dan terbenam setiap harinya secara berulamg-ulang maka seperti itulah dalam pandangannya aturan kosmos yang berkesinambungan sebagaimana yang terdapat pada planet dan bintang-bintang , tidak cukup dengan itu hay bin yaqdhan berkesimpulan bahwa termasuk sifat tuhan adalah apa2 yang bisa kita lihat melalui jejak-jejak ciptaannya maka tampaklah karakter Tuhan sebagai Eksistensi yang Maha sempurna ( The perfect one ) lagi kekal (Eternal ) dan yang selainnya akan rusak dan berakhir pada ketiadaan.
Seiring dengan berjalannya waktu sampailah Hayy bin yaqdhan pada umurnya yang ke 35…dan mulailah ia mencari indra apa dalam dirinya yang membawanya pada hipotesa-hipotesa dan menunjukinya pada kesimpulan-kesimpulannya yang telah lampau. Maka ia menemukan apa itu akal(reason), ruh(spirit) dan jiwa(nafs/soul). Dan ia tetap hidup di pulaunya sampai beberapa saat dengan kecondongan rohani dan kesenangan melakukan ekstasi (semedi) sambil berkontemplasi tentang segala ciptaan sebagai teofani ( tajalliyaat ) sang wajibul wujud (The necessary being).
Sampai pada suatu saat singgahlah di pulau tersebut untuk pertama kalinya seorang manusia bernama Asal….seorang ahli ibadah yang hidup secara asketis (zuhud) yang datang dari negri yang jauh untuk beribadah,bertapa dan berkontemplasi , maka bertemulah Asal dengan Hayy bin yaqdhan . dan Hayy bin yaqdhan pun mengambil pelajaran darinya tentang segala nama-nama ( Al asmaa’ kulluhaa ) dan kebenaran-kebenaran wahyu ( syariat ). Dan setelah masa yang panjang Hayy pun akhirnya mampu berbicara dengan bahasa Asal . dan melalui interaksinya dengan Hayy maka Asal pun tahu bahwa apa yang telah di capai Hayy dengan akalnya secara mandiri tanpa bantuan yang lain itu ternyata mempunyai kesinambungan dengan apa yang telah di bawa oleh nabi-nabi .
Dan kemudian Asal pun membawa Hayy bin yaqdhan kepada kaumnya , dan mulai berorasi dan memperingatkan kaumnya( sebagaimana para nabi) dengan apa-apa yang te
lah ia lihat dan dapatkan dari pengalamannya tentang kesejatian hidup, keremehan harta benda dan pentingnya merenungi tanda-tanda kekuasaan Sang pencipta tetapi ia terlalu vulgar dalam penyampainnya sehingga kaumnya pun menghindarinya karena menganggapnya menyimpang dari pemahaman literar matan matan kudus wahyu. akhirnya Hayy bin yaqdhan berpaling kepada Asal dan berkata bahwa nabi-nabi lebih tahu tentang jiwa-jiwa manusia dari pada dirinya dan pelajaran-pelajaran dan pengalaman yang ia capai ketika masih hidup di pulau bersama hewan-hewan itu lebih tinggi dan adi luhung dari fase manusia yang ia hadapi sekarang. Dan akhirnya Asal pun menemani Hayy bin yaqdhan hidup bersama-sama dengannya beribadah dan merenung sampai maut menjemput mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar