Selasa, 29 Maret 2011

Nasib trenggiling yang terus diburu manusia

SAMARINDA-vivaborneo.com-Upaya penyelundupan daging dan sisik Trenggiling yang beratnya sekitar 1,5 ton, berhasil diungkap Satuan Polhut Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Enggang Kaltim, Senin (27/4). Trenggiling termasuk dalam daftar jenis satwa dilindungi di Indonesia Oleh karena itu, trenggiling dilarang untuk diburu, dilukai, dipelihara, diperdagangkan, atau disimpan baik dalam kondisi hidup maupun bagian-bagiannya.
Trenggiling (Manis javanica) adalah jenis mammalia nocturnal (aktif di malam hari) yang sebarannya di Indonesia meliputi Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Jawa. Makanan utamanya adalah rayap dan semut, oleh karena itu disebut juga sebagai ant-eater.
Ancaman terbesar bagi kelestarian trenggiling di alam adalah perburuan secara besar-besaran untuk diperdagangkan daging dan sisiknya. Nilai ekonomi yang tinggi menjadikan trenggiling sebagai satwa buru yang paling dicari saat ini. Di pasaran domestik, harga jual trenggiling hidup berkisar antara Rp. 300.000,- – 500.000,-/kg.
Di pasaran internasional, harga daging dan sisik trenggiling melonjak drastis menjadi 3-4 kali lipat harga di Indonesia. Di China, harga 1 kg daging trenggiling mencapai US 112 dollar, sedangkan sisik mencapai US 400 dollar (tahun 2008).
Padahal satu ekor trenggiling dewasa hidup dapat mencapai berat 8-10 kg, bahkan ada yang sampai 12 kg. Setelah melalui proses pengulitan sisik dan bagian dalam perut, berat trenggiling beku yang direkomendasikan penampung trenggiling berkisar 5-10 kg. Harga sisiknya juga fantastis, mencapai Rp. 550.000,-/kg.
Tidak heran para eksportir menggerakkan dan memberikan modal kepada jaringan trenggiling mulai dari pemburu sampai penampung lokal untuk mengeruk keuntungan lebih besar. Harga jual daging trenggiling yang menggiurkan inilah yang membuat orang-orang memburu teringgiling yang hidup di Indonesia (juga di Malaysia dan Thailand) untuk di ekspor daging dan kulitnya (sisik) secara ilegal ke para peminat di luar negeri.
Perdagangan trenggiling di tingkat internasional booming di tahun 2000-2005. Setelah itu, stok yang disuplai oleh penampung lokal menurun. Kuat dugaan bahwa populasi trenggiling telah mengalami penurunan yang drastis sehingga mengurangi pasokan ke eksportir.
Daging trenggiling merupakan menu makanan mahal di restaurant Cina, Singapura, Laos, Vietnam, dan Taiwan. Sisik trenggiling sudah dikenal luas sebagai komponen penting dalam TCM (Traditional Chinese Medicine) yang memberikan manfaat penyembuhan beberapa penyakit, diantaranya menyembuhkan penyakit jantung, stroke dan paru-paru. Bahkan ada yang percaya bisa menjadi obat kuat. Sementara itu, sisiknya dapat dibuat bahan kosmetik dan bahan shabu-shabu (narkotika)
Berdasarkan sebuah literatur bahwa binatang ini ditemukan oleh seorang bernama Desmarest pada 1822, binatang ini disebut juga ant eater (pemakan semut) wakil dari ordo Pholidota yang masih ditemukan di Asia Tenggara. Tubuh trenggiling lebih besar dari kucing. Berkaki pendek dengan ekor panjang dan berat. Yang unik adalah tubuhnya bersisik tersusun seperti genting rumah. Sisik pada bagian punggung dan bagian luar kaki berwarna cokelat terang. Binatang berambut sedikit ini tidak mempunyai gigi.
Untuk memangsa makanannya yang berupa semut dan serangga, trenggiling menggunakan lidah yang terjulur dan bersaput lendir. Panjang juluran lidahnya dapat mencapai setengah panjang badan. Untuk melindungi diri dari serangan musuh, trenggiling menyebarkan bau busuk. Ia memiliki zat yang dihasilkan kelenjar di dekat anus yang mampu mengeluarkan bau busuk, sehingga musuhnya lari.
Binatang unik ini berkembang biak dengan melahirkan. Hanya ada satu anak yang dilahirkan seekor trenggiling betina. Lama hamilnya hanya dua sampai tiga bulan saja. Jika diganggu, trenggiling akan menggulungkan badannya seperti bola. Ia dapat pula mengebatkan ekornya, sehingga “sisik”nya dapat melukai kulit pengganggunya.
Ada tujuh jenis Trenggiling yang masih hidup di dunia, yaitu Trenggiling India (Manis crassicaudata) terdapat di India dan Srilangka, Trenggiling Cina (M. pentadactyla) terdapat di Taiwan dan RRC Selatan, Trenggiling Pohon (M. tricuspis), Trenggiling Berekor Panjang (M. tetradactyla), Trenggiling Raksasa (M.gigantea) dan Trenggiling Temmick (M. Temmicki) terdapat di Afrika serta yang terakhir adalah Trenggiling Jawa (M. javanica) terdapat di Semenanjung Malaysia, Birma, Indocina (Vietnam, Laos, Kamboja) dan pulau-pulau Sumatera, Kalimantan dan Jawa.
Musim kawin trenggiling jatuh pada bulan April sampai Juni. Setelah sang betina mengandung beberapa bulan, ia akan melahirkan anaknya. Biasanya induk trenggiling akan menjaga anaknya 3 sampai 4 bulan. Selama itu sang anak sering di bawa-bawa oleh induknya di atas ekornya.
Bagi warga pedalaman Kalimantan Selatan (Kalsel) era tahun 1960 hingga tahun 80-an, jangankan memakan daging trenggiling,untuk menangkap binatang Trenggiling saja hampir dipastikan tidak ada yang berani. Pasalnya, trenggiling dipercaya memiliki nilai mistis, bahkan dianggap sebagai jelmaan setan atau hantu. Bahkan banyak yang percaya keberadaan trenggeling disuatu desa bertanda kurang baik, akhirnya binatang itu diusir kembali jauh ke dalam hutan atau ditangkap untuk dimusnahkan dengan cara membakarnya, agar roh jahat yang ada di dalam tubuh binatang itu itu ikut musnah terbakar dan tidak menganggu manusia. Dengan anggapan demikian di era tahun-tahun tersebut populasinya cukup terjaga di hutan karena tidak ada yang berani memburunya, tetapi kemudian populasi itu terus menurun hingga sekarang ini, karena bukan saja ditangkap untuk dikonsumsi dan diperdagangkan tetapi juga akibat hutan yang kian rusak atau terbakar.
Padahal, jika ada pengusaha yang ingin menangkarkan trenggiling, maka tidak akan mengganggu populasinya di alam liar. Apalagi jika melihat kenyataan bahwa daging dan sisiknya sangat bernilai ekomonis tinggi. Tetapi jika tidak ada penangkaran dan perlindungan yang memadai, maka keberadaan trenggiling di Indonesia dimasa depan akan cepat punah akibat perburuan oleh manusia dan rusaknya sejumlah hutan.(vb-01/berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar